-->
author

sticky

close
Umat Islam Wajib Berilmu Dan Berpengetahuan Luas

Umat Islam Wajib Berilmu Dan Berpengetahuan Luas

Umat Islam Wajib Berilmu Dan Berpengetahuan Luas - Banyak dalil naqli yang ditemukan, baik dari al-Qur’an maupun hadis yang menegaskan keagungan serta kemuliaan ilmu pengetahuan dalam hidup manusia. Di antaranya firman Allah SWT: “Katakanlah, hai Muhammad! “Umpama lautan itu menjadi tinta untuk menulis kalimah-kalimah atau sumber-sumber pengetahuan Tuhanku, maka tentulah tinta itu akan habis sebelum kalimah-kalimah itu selesai ditulis.” (QS. Kahfi: 109). Sedangkan Rasulullah SAW bersabda: “Baiknya urusan duniawi dan ukhrawi bergantung pada ilmu pengetahuan. Sedangkan jeleknya kedua urusan tersebut disebabkan kebodohan.” (HR Bukhari).

keutamaan orang yang berilmu pengetahuan luas

Adapun yang dimaksud ilmu pengetahuan ialah pengetahuan untuk menggali kekayaan alam secara maksimal dalam rangka mewujudkan maslahat bagi alam dan sekalian makhluk di dalamnya. Orang Belanda menyebut hal itu dengan “Wetenchap” atau “Algemeene ontwikkeling

Kaitannya dengan Islam, siapakah yang mengatakan bahwa Islam tidak menyuruh umat manusia untuk menuntut ilmu pengetahuan serta melarang pemeluknya menggali kekayaan alam secara maksimal? Selanjutnya, siapakah yang dapat menunjukkan bukti-bukti yang jelas dan haq bahwa Islam tidak mewajibkan thalab al ‘ilmi dunia dan akhirat? Barangsiapa tidak mampu membuktikan tuduhan tersebut, janganlah mencari-cari alasan untuk sekadar pembenaran pendapatnya dengan beragam tipu daya.

Islam adalah satu-satunya agama yang sempurna serta mengedepankan sikap adl dan tawassuth, karena Islam menganjurkan serta mengajarkan jalan menuju keselamatan dunia dan akhirat dengan memberi kebebasan bagi akal dan pikiran, dengan tetap mengacu kepada al-Qur’an dan hadis, untuk memaksimalkan potensi keduanya dalam mencapai kebahagiaan hakiki dunia dan akhirat. Demikian halnya Islam memberikan kemerdekaan diri yang seluas-luasnya untuk menggali kekayaan alam secara maksimal.

Dengan demikian, merupakan kewajiban bagi masing-masing pemeluknya untuk menuntut ilmu pengetahuan dunia dan akhirat setinggi mungkin. Begitulah, ajaran Islam yang sesungguhnya. Namun, kebanyakan umat Islam tidak mengindahkan serta mementingkan ajaran tersebut. Hal ini tampak jelas dengan keterbelakangan umat dalam ilmu pengatahuan sehingga jalan menuju kekayaan alam yang tak terhingga dalam hidup ini menjadi sukar dan terasa amat sempit.

Bukti telah tampak. Betapa umat Islam sangat jauh tertinggal di belakang bangsa-bangsa yang maju ilmu pengetahuannya. Padahal Islam sejak awal senantiasa menyeru umatnya kepada ilmu pengetahuan.

Umat islam perlu bercermin kepada umat lain yang tidak pernah merasa puas apalagi berhenti menuntut ilmu, memperdalam dan mempertinggikannya tanpa kenal lelah, meski agama mereka tidak menganjurkan yang sedemikian; bintang dan bulan sengaja hendak didatangi, barangkali di sana ada orang yang dapat diajak berhubungan atau untuk menggali kemungkinan-kemungkinan dunia.

Alangkah sedih memikirkan keadaan umat Islam. Rata-rata mereka masih senang menjadi tukang tonton, mengherani pencapaian-pencapaian bangsa lain hingga lupa akan diri sendiri. Ataukah umat ini memang sengaja enggan isnyaf dan sadar karena sudah merasa senang hidup dengan menonton dan menikmati hasil karya orang lain? Na’udzubillah, umat ini meralakan hidupnya dijajah bangsa lain; tunduk di bawah rekayasa mereka.

Sebab sebagian umat ini ada yang berpikir egois. Mereka berkata: “Tak lama lagi kita meninggal dunia, cukuplah kita dengan apa yang ada sekarang. Tidak perlu mengusahakan hal-hal lain, ini dan itu. “Sangat egois! Memang, masa hidup mereka tidak lama lagi, tetapi bagaimana dengan nasib anak cucu mereka? Bukankah manusia hidup tidak hanya untuk masa mereka melainkan juga untuk generasi selanjutnya? Nazra’ ilma ba’dana (kita menanam pohon untuk generasi setelah kita). Lihat juga: Kisah Petani Tua Kreatif Dengan Kaisar Sassania.

Bankitlah, wahai umat Islam! Demikianlah agama Islam menyeru sekalian umatnya untuk selalu berpikir maju ke depan. Bukankah perintah adalah kewajiban untuk dilaksanakan? Jika lengah dan meninggalkannya, berarti telah berdosa kepada Allah SWT. Jadi usaha menggali dan memajukan ilmu bukan semata-mata atas pertimbangan kepentingan manusiawi semata, tetapi karena agama memang telah memerintahkan.

Untuk itu, hendaknya himbauan dan seruan untuk memajukan ilmu pengetahuan terus menerus dikumandangkan, baik kepada individu atau kelompok yang sudah bergerak dan sadar agar terus meningkatkan usahanya terlebih kepada pribadi atau kelompok yang belum sadar dan terbangun dari “tidur” panjang. Seruan ini tidak hanya terkhusus kepada satu kelompok atau golongan melainkan kepda seluruh anggota umat baik yang tinggal di daerah perkotaan maupun di dusun-dusun dan kampung-kampung yang jauh dari keramaian kota. Bilakah masanya umat Islam mendapat kemajuan dan kesentosaan hingga dapat menyusul pencapaian bangsa-bangsa maju? Selama umat ini mau secara sadar dan maksimal menggali serta memajukan ilmu pengetahuan, niscaya kemajuan umat bukanlah sebuah angan ataupun lamunan kosong.

Umat Islam Tidak boleh Jumud

Selain menyadari pentingnya ilmu pengetahuan, umat Islam harus mendukung segala pikiran inovatif positif dalam jalur yang tidak bertentangan dengan ajaran agama. Islam melarang umatnya “mengekor” (taqlid buta) kepada apa yang mereka dapatkan dari para pendahulu mereka dan meninggalkan upaya-upaya perubahan ataupun peningkatan. Allah SWT menyindir kelompok yang demikian dengan firman-Nya: “Ketika mereka diajak: “Kemarilah menurut kepada Kitab yang diturunkan Allah (al-Qur’an) dan kepada Rasul-Nya (Hadis). Mereka menjawab : “Telah mencukupi bagi kami, apa yang kami dapat dari nenek moyang kami.” Apakah sekalipun nenek moyang kamu tidak tahu apa-apa (bodoh) dan tak dapat petunjuk, juga kamu turut?” (QS. Maidah: 104). Di lain ayat, Allah berfirman: “Ketika mereka diajak; “Turutlah apa yang telah Allah pertintahkan. Mereka menjawab: “Baiklah kami menurut apa yang kami dapat dari nenek moyang kami.” Apaka meskipun setan mengajak mereka kepada neraka Sa’ir pun kamu turut.” (QS. Lukman: 21).

Masih banyak di antara umat Islam dan bangsa ini yang tidak mau berubah dari sikap kebiasaannya, tidak suka mengambil jalan lain, serta enggan mengubah langkah dan taktik, melainkan tetap pada apa yang telah mereka dapat dari nenek moyang, sekalipun menyalahi perintah Allah dan perintah Rasul-Nya. Padahal, zaman telah beralih, masa telah bertukar, dan dunia senantiasa beredar. Bangsa-bangsa yang maju selalu bergerak inovatif; selalu berupaya menemukan jalan lain yang lebih efektif demi menuju kemajuan yang lebih maksimal.

Mereka tidak mengubah agama dan bukan pula mengubah i’tikad, melainkan mencari jalan dan cara baru dalam penyiaran dan penyebaran agama tersebut. Mereka tidak mengubah prinsip melainkan mencari inovasi-inovasi baru dalam hal-hal teknis-praktis. Karena saat ini merupakan zaman kemajuan, zaman pergerakan, dan zaman perlombaan ( fastabi qul khairat), maka barangsiapa tertinggal, kelak dia akan menyesal. Dan barang siapa tidak pernah mau berubah sikap demi kemajuan, maka dia akan jadi jumud dan tidak pernah maju.

Inilah salah satu penyakit sosial yang perlu segera diluruskan karena berbahaya bagi kelanjutan generasi, negara, dan agama. Perlu disadari bahwa kemajuan umat tidak hanya disebabkan oleh hal-hal luar, melainkan juga sangat mungkin disebabkan faktor-faktor internal dari dalam umat tersebut. Bisa jadi kemunduran umat Islam tidak hanya disebabkan kedengkian kelompok lain melainkan keengganan untuk maju atau ketidakrealaan umat Islam atas kemajuan Islam dan kaum muslim, turut menjadi faktor terciptanya kondisi umat saat ini.

Siapakah gerangan golongan itu? Siapa lagi kalau bukan umat Islam sendiri yang pahamnya sangat sempit, dunianya seperti tempurung, pikirannya terlalu dangkal, dan hatinya terbungkus adat-adat kebiasaan yang menyalahi agama. Hati mereka ada tetapi tidak mau merasa. Mata mereka lengkap tetapi tidak mau melihat. Telinga mereka mendengar tetapi tidak digunakan untuk mendengar. Kelompok yang demikian bukannya buta mata melainkan buta hatinya di dalam dada. Allah berfirman: “Apakah mereka tidak menjajah bumi, memikirkan dengan hati serta mendengar dengan telinga mereka? Sesungguhnya yang buta itu bukannya mata, melainkan hati di dalam dada.” (QS. Haji: 46). Di lain ayat Allah juga menegaskan: “ Demikianlah Tuhan mengecap hati-hati orang yang tak mau tahu.” (QS. Ruum: 59). “Sesunggugnya sebusuk-busuknya orang yang merangkak dalam pandangan Allah ialah si pekak dan si bisu. Wujudnya ialah mereka-mereka  yang tidak menggunakan akalnya.” (QS. Anfal:  22).

Kelompok umat yang demikian, karena merasa lebih benar tanpa mau berpikir panjang dan jujur, terkadang banyak mencela serta mengolok-olok sebagian lainnya. Mereka mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang sama sekali tidak patut. Engkau kafir, engkau sesat, engkau iblis laknat, engkau suka mengubah agama, dsb. Sebenarnya, kelompok seperti itu patut dimintakan ampun kepada Allah SWT, karena mungkin mereka belum tahu. Akan tetapi, jika hal demikian karena pikiran-pikiran jahat yang disengaja, maka pihak yang sadar harus mengalah dan berjiwa besar.  Allah menekankan hal tersebut dalam firman-Nya: “Hamba Tuhan yang berbelas kasihan ialah mereka yang berjalan di muka bumi dengan sopan lagi tenang. Dan jika mereka dicerca dengan beberapa perkataan (yang jahat) oleh orang-orang yang bodoh, maka mereka menjawab: “Keselamatan yang kami cari.” (QS. Furqan: 63).

Manakala kelompok yang “berhati baru” tetap teguh pada pendiriannya, berarti terlepaslah kewajiban untuk saling mengingatkan. Tetapi yang perlu diwaspadai ketika mereka berkata: “Meski dari al-Qur’an dan Hadis, kami tetap tidak mau menerima kalau harus mengubah kebiasaan kami selama ini.” Betapa kasihan golongan ini. Apakah gerangan yang mendorong kalbunya hingga berani berkata demikian?

Diantara hal yang menyebabkan keadaan demikian adalah sedikitnya penerangan dan penjelasan kepada mereka sehingga pengetahuan mereka harus terus digalakkan dengan segala kebijaksanaan hingga hati beku mereka tertembus. Tentunya, berbagai upaya dakwah ini harus disertai dengan doa kepada Allah SWT karena Dia-lah yang berhak memberikan hidayahnya kepada hamba-Nya.

Di samping materi dakwah, metode dakwah harus menjadi pertimbangan yang matang. Kelompok yang demikian sangat sukar diajak kepada jalan lain yang tidak sesuai dengan keyakinan mereka selama ini, terlebih oleh golongan yang mereka anggap tidak sepihak. Untuk itu, sebelum berdakwah terlebih dahulu harus diupayakan cara agar mereka menerimakelompok baru dalam lingkungan mereka. Setelah diterima, berulah upaya-upaya penjelasan, penerangan, dan dakwah dilaksanakan dengan penuh kehati-hatian, ketelitian, tidak berputus asa, kesabaran, ketabahan, dan ketawakalan. Percayalah sepenuhnya akan pertolongan Allah SWT.

hadits tentang derajat orang berilmu,hadits tentang ilmu pengetahuan,untuk memenuhi kebutuhan hidup seseorang harus bekerja keras karena,allah mengangkat derajat orang yang berilmu beberapa derajat,orang berilmu daripada ahli ibadah, bagaimana cara malaikat memberikan perlindungan kepada para pencari ilmu, keutamaan orang yang berilmu menurut hadis rasulullah, keutamaan orang berilmu dalam islam, hadits tentang keutamaan orang yang berilmu

Previous
« Prev Post

adblock

Back Top